“Dua M. itu apa
kak?” Ara adikku yang masih 10 tahun menunjuk tulisan di layar televisi di
warung kopi, langganan kami. Bukan, bukan kami berlangganan kopi di situ. Tapi,
lebih tepatnya tempat kami berlangganan
menonton televisi.
“Dua miliar”
ucap Ibu sambil memperhatikan berita di tv.
“Ooh. Jadi
mereka mau bikin dua miliar toilet bu?” Khairan, Adik bungsu ku yang 8 tahun
ikut berkomentar, Ia mengangguk seakan mengerti.
“Bukan tau. Itu
dua miliar harga toiletnya!” Ara menjulurkan lidahnya pada Khairan. Seolah Ia
sendiri tau banyak “Emm.. dua miliar itu harga satu toilet gitu kak?” Sudah ku
duga, adikku yang satu ini memang sok tau. Haha
“Bukanlah. Dua
miliar itu total semuanya” aku juga tidak tau, apa yang aku katakan ini benar
atau—entahlah. Yang penting kedua adikku itu percaya, jadi mereka tidak tau
kebodohan kakaknya. Hehe
“Ooh. Eh, dua
miliar itu banyak banget ya kak? Kok orang-orang pada protes? Padahal kan biasa aja yah” lagi-lagi Ara
memberikan pertanyaan yang aku tidak yakin, kalau aku bisa menjawabnya.
Aku hanya
tersenyum dalam diam. Aku juga tidak tau berapa banyak dua miliar itu. Aku
tidak pernah punya uang sampai dua miliar. Yaa paling banyak dua puluh ribu,
itupun aku baru pernah mendapatkannya sekali dan aku mendapatkannya di jalanan. Jangankan punya dua miliar, memegang dan melihatnya pun aku tak pernah. Emm...
bahkan aku tidak tau berapa banyak angka nol di belakang angka dua.